Makna Padjajaran , Prabu Siliwangi dan Senjata Kujang
Sampurasun , tepang deui yeuh sareng ULIN KARUHUN . Posting kali ini kita akan membahas Makna Padjajaran , Prabu Siliwangi dan Senjata Kujang namun maksud dari semua ini hanyalah silaturahmi melalui fikiran yang banyak keterbatasan atau jauh dari sempurna karena hakikinya kesempurnaan hanya milik ALLAH SWT .
1. Pajajajaran
Diantara kerajaan-kerajaan yang ada di pulau Jawa, Pajajaran merupakan salah satu kerajaan yang paling disegani, ditakuti dan boleh dikatakan “aheng” atau banyak keajaiban di dalamnya. Sebenarnya Kerajaan Pajajaran ada di mana-mana mulai dari Ciamis sampai Banten, sehingga apabila titik-titik tempat perpindahan kerajaan, ditarik garis akan membentuk garis lurus. Itulah keistimewaan Kerajaan Pajajaran yang sudah menyimbolkan ajaran Islam, yaitu dari letak kerajaannya saja sudah “ngajajar” lurus seperti shaf dalam shalat. Sehingga disebut Kerajaan “Pajajaran” karena “ngajajar” atau berderet dari Timur ke Barat.
Mulai muncul nama Pajajaran ketika rajanya Prabu Sri Baduga Maharaja, oleh beliau dua kerajaan yaitu Galuh dan Sunda disatukan kembali seperti pada zaman Prabu Wastukancana (eyangnya). Ibukotanya memakai nama keraton yaitu: Sri Bhima Narayana Mandura Suradipati Pakuan Pajajaran. Supaya pendek disebut Keraton Pajajaran. Akhirnya Keraton Pajajaran menjadi nama Kerajaan. Ibu kota kerajaan Sunda dipindahkan dari Kawali (Ciamis) ke Pakuan (Bogor). Sri Baduga Maharaja mengalami dua kali diangkat jadi raja, yaitu di Kerajaan Galuh dan di Kerajaan Sunda.
Kenapa muncul Galuh dan Sunda karena ketika Prabu Wastukancana (Niskala Wastukancana) membagi kerajaan Sunda secara adil kepada dua anaknya. Dari Citarum ke barat diberikan kepada Sang Haliwungan gelarnya Prabu Susuk Tunggal nama kerajaannya tetap Kerajaan Sunda. Dari Citarum ke timur menjadi Kerajaan Galuh diberikan kepada Ningratkancana (Dewaniskala), gelarnya Prabu Lingga Dewata.
2. Prabu Siliwangi
Lalu siapa yang disebut Prabu Wangi, Prabu Wangi Suta, dan Prabu Siliwangi? Nama Prabu Siliwangi adalah gelar dari Raja Pajajaran, yang diberikan kepada Sri Baduga Maharaja, sebagai pengganti Prabu Wangi, sebagai silih yang telah hilang. Sebenarnya, ketika kecil beliau bernama Sang Pamanahrasa, setelah remaja diganti menjadi Pangeran Jayadewata. Ketika menjadi Raja Galuh gelarnya Dewatasrana dan ketika menjadi Raja Sunda gelarnya menjadi Sri Baduga Maharaja. Kalau yang bergelar Prabu Wangi adalah Prabu Linggabuana setelah namanya sohor, seungit atau wangi karena raja-raja Nusantara melepaskan diri dari Majapahit dan berpihak ke Raja Sunda setelah terjadi perang Bubat (utusan Kerajaan Sunda yang berjumlah 80 orang dikhianati oleh Gajah Mada). Maka yang bergelar Prabu Wangi Suta (Putra Prabu Wangi) yaitu Prabu Niskala Wastukancana.
Nama Siliwangi dari dahulu sampai sekarang tetap dijadikan tokoh yang berkarisma dan disegani atau dipikaajrih oleh kawan ataupun lawan. Beliau sosok panutan bagi semua rakyat Pajajaran atau masyarakat Jawa Barat bahkan luar Jawa Barat. Prabu Siliwangi sangat mencintai rakyatnya, beserta alam atau bumi yang ada di sekitarnya. Beliau salah satu raja yang mensyareati tanah di Jawa Barat supaya subur, berkah dan seimbang antara alam dan manusianya. Sampai sekarang pun tanah Pajajaran lebih subur dibandingkan tanah yang ada di luar Jawa bahkan lebih subur dibandingkan dengan tanah di Jateng dan Jatim.
Kata Siliwangi ada yang mengartikan “silih wawangian” maksudnya saling memberi kebaikan sesama manusia, saling mengangkat derajat manusia di sekitarnya. atau “silih simbeuhan” dalam kebaikan dan lain-lain. Mengenai keberadaan Prabu Siliwangi, ada beberapa anggapan masyarakat tentang dirinya, ada yang mengatakan dia masih Hindu, dia berubah jadi harimau bahkan ada yang mengatakan tarung dengan anaknya Prabu Kian Santang (Ki Santang) dan berbagai anggapan lainnya. Astagfirulloh, jadi fitnah karena dari ketidaktahuan, raja difitnah. Kalau Prabu Siliwangi jadi harimau tentu tidak akan punya anak. Kalau Prabu Kian Santang melawan kepada bapaknya sendiri, dan memaksa masuk Islam, itu bertentangan dengan ajaran Islam. Karena sebenarnya Prabu Siliwangi juga masuk agama Islam berbeda dengan raja-raja sebelumnya.
Untuk menjawab beberapa perkiraan tentang Prabu Siliwangi, berikut ini ada beberapa fakta tentang keislaman beliau. Pertama, beliau menikah dengan seorang muslimah bernama Subanglarang (istri keduanya) anaknya Kyai Tapa (masih paman beliau). Subanglarang pun santrinya Syeh Datuk Kahfi (Syeh Quro) yang membuka Pesantren Al quran di Karawang. Tentunya dalam melangsungkan pernikahan beliau mengucapkan dua kalimat shahadat, dimana kalimat syahadat adalah sebuah pernyataan sekaligus pengakuan adanya Allah SWT sebagai Tuhan, dan Muhammad SAW sebagai utusan Allah SWT. Kedua, setelah beliau meninggal jasadnya dikuburkan secara Islam. Hal ini berbeda dengan raja-raja sebelumnya yang jasadnya langsung dibakar sesuai dengan adat Hindu.
Setelah dua belas tahun dikubur karena rakyatnya ingin menghormati beliau, dilakukan penggalian dikumpulkan kembali tulang-tulangnya dan dibakar kemudian debunya disimpan di dalam kendi dan disimpan di Kabuyutan Rancamaya-Bogor. Ketiga, beliau menyuruh kepada anaknya untuk mencari ilmu sejati. Hal ini menandakan bahwa beliau sudah mengetahui tentang Keislaman. Keempat, beliau hanya memiliki empat istri sesuai yang disunahkan Rasulullah kalau mampu dan adil. Berbeda dengan raja-raja sebelumnya yang memiliki istri lebih dari 4 orang. Kelima, karena semedi atau tirakatnya beliau sudah kuat sehingga bisa mengantarkan beliau kenal dengan Islam. Berbeda dengan semedi rakyatnya yang biasa-biasa sehingga masih Hindu, tapi sebagai raja beliau tidak langsung mengajak rakyatnya pindah agama dan memeluk Islam karena dalam Islam tidak ada paksaan.
Prabu Siliwangi punya ide cemerlang bahwa yang mengislamkan rakyatnya nanti anaknya Prabu Kian Santang beserta para wali. Beliau sudah bisa membaca rakyatnya, andaikan beliau terus terang kepada rakyatnya sudah Islam, maka rakyatnya bisa mengatakan rajanya khianat. Keenam, karena kecintaannya kepada Islam dan untuk memudahkan Islam masuk ke Pajajaran beliau punya strategi yang jenius yaitu menghilangkan candi-candi yang ada di Pajajaran supaya pendirian masjid tidak terhalang dengan adanya candi. Beliau berkata di depan rakyatnya atas nama Kerajaan Pajajaran bukan atas nama Islam (tapi dibalik strateginya ini dilakukan untuk kemajuan Islam ke depannya). Konspirasi ini untuk menghargai rakyatnya yang masih Hindu. Beliau berkata: “Wahai rakyat Pajajaran sekarang mari kita buktikan kebesaran dan kesaktian Pajajaran bahwa Kerajaan Pajajaran mampu menghilangkan sesuatu yang besar yaitu candi-candi yang ada”. Sehingga di Jawa Barat sekarang sedikit sekali ditemukan Candi, padahal hampir 14 Abad ada kerajaan di Jawa Barat.
Kenapa Prabu Siliwangi disimbolkan dengan Harimau atau Maung? Karena keilmuannya, ketajaman pikirannya, wibawanya, kekuatannya serta keahliannya dalam perang, maka Sri Baduga Maharaja disimbolkan dengan harimau. Harimau matanya lebih tajam dari elang, taringnya lebih kuat dan besar, belangnya menyimbolkan wibawa. Sehingga Prabu Siliwangi disebut Maung Pajajaran. Sebelum Prabu Siliwangi pun ada raja-raja Sunda yang disimbolkan dengan Harimau atau Maung seperti Purnawarman disebut Maung Tarumanagara, Prabu Tarusbawa disebut Maung Sundhapura. Kesimpulannya sudah dari dulu raja Sunda disimbolkan atau dijuluki dengan Maung atau Harimau.
3. Kujang
Pajajaran mempunyai pusaka yaitu Kujang. Kujang bukan senjata seperti senjata-senjata dari daerah lainnya yang digunakan untuk menyakiti atau menyerang, tapi Kujang merupakan simbol ajaran Islam. Kujang yang sejati ada dalam dada manusia, yaitu ku(kuh) pengkuh siga jang(kar) dalam memegang keyakinan dalam Islam. Kujang merupakan simbol ajaran Islam, kalau kita “awas” dan jeli dari bentuknya saja unik dan banyak mengandung makna. Kujang memiliki 5 lubang sebagai simbol rukun Islam, posisi 4 lubang berderet ditambah 1 lubang terpisah. Lubang yang 1 menyimbolkan tentang shalat kenapa terpisah karena keistimewaan shalat itu sendiri apabila shalatnya tidak dilaksanakan atau tidak ada maka gagal yang lainnya.
Kujang memiliki bentuk yang indah, dilihat sepintas saja kujang bukan untuk menyerang tetapi untuk melindungi diri, tapi kalau Pajajaran diserang dilawan dihabiskan musuhnya. Kujang digunakan untuk menyeru ketauhidan karena dalam kujang terkandung asma Allah yaitu Bismillah. Dahulu wilayah Jawa Barat memiliki sebutan Bumi Putih karena rakyat Jawa Barat memiliki adab yang halus, bersih, sehingga dapat menerima Islam dengan tangan terbuka bahkan dalam adab atau ajrihnya pun bisa mengalahkan orang Arab sendiri. Baik adab kepada sesama manusia ataupun terhadap alam atau bumi beserta isinya.
Kenapa tiga kata Pajajaran, Siliwangi dan Kujang dikaitkan begitu kuat satu sama lain? Karena ketiga kata di atas mempunyai hubungan yang sangat erat dan tidak bisa dipisahkan. Mulai muncul nama Pajajaran yaitu ketika rajanya Prabu Siliwangi (Sri Baduga Maharaja) dan senjata khas yang digunakan atau pusakanya bernama Kujang. Kujang merupakan ciri pusaka orang Sunda sekaligus alat penyebaran Islam yang diteruskan oleh putranya dan keturunannya, dimana di dalam Kujang tersirat makna rukun Islam dan lafadz Allah. Mudah-mudahan ada manfaat dan petunjuk untuk kita semua. Amin.(*)
#Sumber dari: http://www.radartasikmalaya.com/index.php…
1. Pajajajaran
Diantara kerajaan-kerajaan yang ada di pulau Jawa, Pajajaran merupakan salah satu kerajaan yang paling disegani, ditakuti dan boleh dikatakan “aheng” atau banyak keajaiban di dalamnya. Sebenarnya Kerajaan Pajajaran ada di mana-mana mulai dari Ciamis sampai Banten, sehingga apabila titik-titik tempat perpindahan kerajaan, ditarik garis akan membentuk garis lurus. Itulah keistimewaan Kerajaan Pajajaran yang sudah menyimbolkan ajaran Islam, yaitu dari letak kerajaannya saja sudah “ngajajar” lurus seperti shaf dalam shalat. Sehingga disebut Kerajaan “Pajajaran” karena “ngajajar” atau berderet dari Timur ke Barat.
Mulai muncul nama Pajajaran ketika rajanya Prabu Sri Baduga Maharaja, oleh beliau dua kerajaan yaitu Galuh dan Sunda disatukan kembali seperti pada zaman Prabu Wastukancana (eyangnya). Ibukotanya memakai nama keraton yaitu: Sri Bhima Narayana Mandura Suradipati Pakuan Pajajaran. Supaya pendek disebut Keraton Pajajaran. Akhirnya Keraton Pajajaran menjadi nama Kerajaan. Ibu kota kerajaan Sunda dipindahkan dari Kawali (Ciamis) ke Pakuan (Bogor). Sri Baduga Maharaja mengalami dua kali diangkat jadi raja, yaitu di Kerajaan Galuh dan di Kerajaan Sunda.
Kenapa muncul Galuh dan Sunda karena ketika Prabu Wastukancana (Niskala Wastukancana) membagi kerajaan Sunda secara adil kepada dua anaknya. Dari Citarum ke barat diberikan kepada Sang Haliwungan gelarnya Prabu Susuk Tunggal nama kerajaannya tetap Kerajaan Sunda. Dari Citarum ke timur menjadi Kerajaan Galuh diberikan kepada Ningratkancana (Dewaniskala), gelarnya Prabu Lingga Dewata.
2. Prabu Siliwangi
Lalu siapa yang disebut Prabu Wangi, Prabu Wangi Suta, dan Prabu Siliwangi? Nama Prabu Siliwangi adalah gelar dari Raja Pajajaran, yang diberikan kepada Sri Baduga Maharaja, sebagai pengganti Prabu Wangi, sebagai silih yang telah hilang. Sebenarnya, ketika kecil beliau bernama Sang Pamanahrasa, setelah remaja diganti menjadi Pangeran Jayadewata. Ketika menjadi Raja Galuh gelarnya Dewatasrana dan ketika menjadi Raja Sunda gelarnya menjadi Sri Baduga Maharaja. Kalau yang bergelar Prabu Wangi adalah Prabu Linggabuana setelah namanya sohor, seungit atau wangi karena raja-raja Nusantara melepaskan diri dari Majapahit dan berpihak ke Raja Sunda setelah terjadi perang Bubat (utusan Kerajaan Sunda yang berjumlah 80 orang dikhianati oleh Gajah Mada). Maka yang bergelar Prabu Wangi Suta (Putra Prabu Wangi) yaitu Prabu Niskala Wastukancana.
Nama Siliwangi dari dahulu sampai sekarang tetap dijadikan tokoh yang berkarisma dan disegani atau dipikaajrih oleh kawan ataupun lawan. Beliau sosok panutan bagi semua rakyat Pajajaran atau masyarakat Jawa Barat bahkan luar Jawa Barat. Prabu Siliwangi sangat mencintai rakyatnya, beserta alam atau bumi yang ada di sekitarnya. Beliau salah satu raja yang mensyareati tanah di Jawa Barat supaya subur, berkah dan seimbang antara alam dan manusianya. Sampai sekarang pun tanah Pajajaran lebih subur dibandingkan tanah yang ada di luar Jawa bahkan lebih subur dibandingkan dengan tanah di Jateng dan Jatim.
Kata Siliwangi ada yang mengartikan “silih wawangian” maksudnya saling memberi kebaikan sesama manusia, saling mengangkat derajat manusia di sekitarnya. atau “silih simbeuhan” dalam kebaikan dan lain-lain. Mengenai keberadaan Prabu Siliwangi, ada beberapa anggapan masyarakat tentang dirinya, ada yang mengatakan dia masih Hindu, dia berubah jadi harimau bahkan ada yang mengatakan tarung dengan anaknya Prabu Kian Santang (Ki Santang) dan berbagai anggapan lainnya. Astagfirulloh, jadi fitnah karena dari ketidaktahuan, raja difitnah. Kalau Prabu Siliwangi jadi harimau tentu tidak akan punya anak. Kalau Prabu Kian Santang melawan kepada bapaknya sendiri, dan memaksa masuk Islam, itu bertentangan dengan ajaran Islam. Karena sebenarnya Prabu Siliwangi juga masuk agama Islam berbeda dengan raja-raja sebelumnya.
Untuk menjawab beberapa perkiraan tentang Prabu Siliwangi, berikut ini ada beberapa fakta tentang keislaman beliau. Pertama, beliau menikah dengan seorang muslimah bernama Subanglarang (istri keduanya) anaknya Kyai Tapa (masih paman beliau). Subanglarang pun santrinya Syeh Datuk Kahfi (Syeh Quro) yang membuka Pesantren Al quran di Karawang. Tentunya dalam melangsungkan pernikahan beliau mengucapkan dua kalimat shahadat, dimana kalimat syahadat adalah sebuah pernyataan sekaligus pengakuan adanya Allah SWT sebagai Tuhan, dan Muhammad SAW sebagai utusan Allah SWT. Kedua, setelah beliau meninggal jasadnya dikuburkan secara Islam. Hal ini berbeda dengan raja-raja sebelumnya yang jasadnya langsung dibakar sesuai dengan adat Hindu.
Setelah dua belas tahun dikubur karena rakyatnya ingin menghormati beliau, dilakukan penggalian dikumpulkan kembali tulang-tulangnya dan dibakar kemudian debunya disimpan di dalam kendi dan disimpan di Kabuyutan Rancamaya-Bogor. Ketiga, beliau menyuruh kepada anaknya untuk mencari ilmu sejati. Hal ini menandakan bahwa beliau sudah mengetahui tentang Keislaman. Keempat, beliau hanya memiliki empat istri sesuai yang disunahkan Rasulullah kalau mampu dan adil. Berbeda dengan raja-raja sebelumnya yang memiliki istri lebih dari 4 orang. Kelima, karena semedi atau tirakatnya beliau sudah kuat sehingga bisa mengantarkan beliau kenal dengan Islam. Berbeda dengan semedi rakyatnya yang biasa-biasa sehingga masih Hindu, tapi sebagai raja beliau tidak langsung mengajak rakyatnya pindah agama dan memeluk Islam karena dalam Islam tidak ada paksaan.
Prabu Siliwangi punya ide cemerlang bahwa yang mengislamkan rakyatnya nanti anaknya Prabu Kian Santang beserta para wali. Beliau sudah bisa membaca rakyatnya, andaikan beliau terus terang kepada rakyatnya sudah Islam, maka rakyatnya bisa mengatakan rajanya khianat. Keenam, karena kecintaannya kepada Islam dan untuk memudahkan Islam masuk ke Pajajaran beliau punya strategi yang jenius yaitu menghilangkan candi-candi yang ada di Pajajaran supaya pendirian masjid tidak terhalang dengan adanya candi. Beliau berkata di depan rakyatnya atas nama Kerajaan Pajajaran bukan atas nama Islam (tapi dibalik strateginya ini dilakukan untuk kemajuan Islam ke depannya). Konspirasi ini untuk menghargai rakyatnya yang masih Hindu. Beliau berkata: “Wahai rakyat Pajajaran sekarang mari kita buktikan kebesaran dan kesaktian Pajajaran bahwa Kerajaan Pajajaran mampu menghilangkan sesuatu yang besar yaitu candi-candi yang ada”. Sehingga di Jawa Barat sekarang sedikit sekali ditemukan Candi, padahal hampir 14 Abad ada kerajaan di Jawa Barat.
Kenapa Prabu Siliwangi disimbolkan dengan Harimau atau Maung? Karena keilmuannya, ketajaman pikirannya, wibawanya, kekuatannya serta keahliannya dalam perang, maka Sri Baduga Maharaja disimbolkan dengan harimau. Harimau matanya lebih tajam dari elang, taringnya lebih kuat dan besar, belangnya menyimbolkan wibawa. Sehingga Prabu Siliwangi disebut Maung Pajajaran. Sebelum Prabu Siliwangi pun ada raja-raja Sunda yang disimbolkan dengan Harimau atau Maung seperti Purnawarman disebut Maung Tarumanagara, Prabu Tarusbawa disebut Maung Sundhapura. Kesimpulannya sudah dari dulu raja Sunda disimbolkan atau dijuluki dengan Maung atau Harimau.
3. Kujang
Pajajaran mempunyai pusaka yaitu Kujang. Kujang bukan senjata seperti senjata-senjata dari daerah lainnya yang digunakan untuk menyakiti atau menyerang, tapi Kujang merupakan simbol ajaran Islam. Kujang yang sejati ada dalam dada manusia, yaitu ku(kuh) pengkuh siga jang(kar) dalam memegang keyakinan dalam Islam. Kujang merupakan simbol ajaran Islam, kalau kita “awas” dan jeli dari bentuknya saja unik dan banyak mengandung makna. Kujang memiliki 5 lubang sebagai simbol rukun Islam, posisi 4 lubang berderet ditambah 1 lubang terpisah. Lubang yang 1 menyimbolkan tentang shalat kenapa terpisah karena keistimewaan shalat itu sendiri apabila shalatnya tidak dilaksanakan atau tidak ada maka gagal yang lainnya.
Kujang memiliki bentuk yang indah, dilihat sepintas saja kujang bukan untuk menyerang tetapi untuk melindungi diri, tapi kalau Pajajaran diserang dilawan dihabiskan musuhnya. Kujang digunakan untuk menyeru ketauhidan karena dalam kujang terkandung asma Allah yaitu Bismillah. Dahulu wilayah Jawa Barat memiliki sebutan Bumi Putih karena rakyat Jawa Barat memiliki adab yang halus, bersih, sehingga dapat menerima Islam dengan tangan terbuka bahkan dalam adab atau ajrihnya pun bisa mengalahkan orang Arab sendiri. Baik adab kepada sesama manusia ataupun terhadap alam atau bumi beserta isinya.
Kenapa tiga kata Pajajaran, Siliwangi dan Kujang dikaitkan begitu kuat satu sama lain? Karena ketiga kata di atas mempunyai hubungan yang sangat erat dan tidak bisa dipisahkan. Mulai muncul nama Pajajaran yaitu ketika rajanya Prabu Siliwangi (Sri Baduga Maharaja) dan senjata khas yang digunakan atau pusakanya bernama Kujang. Kujang merupakan ciri pusaka orang Sunda sekaligus alat penyebaran Islam yang diteruskan oleh putranya dan keturunannya, dimana di dalam Kujang tersirat makna rukun Islam dan lafadz Allah. Mudah-mudahan ada manfaat dan petunjuk untuk kita semua. Amin.(*)
#Sumber dari: http://www.radartasikmalaya.com/index.php…